Langsung ke konten utama

Mengulang Ingatan: Masih Lanjutan Part 5



(....masih lanjutan post sebelumnya)

Ku pikir sebuah hal yang bukan kebetulan. Suami tiba-tiba tugas kerja ke Makassar dan saya harus menunda pemberangkatan ke Jakarta. Sempat meresahkan diri sendiri. Saya gegabah memesan tiket atau sudah Tuhan gariskan hal yang terkesan kebetulan. Di momen yang sama kegelisahan merebak dan marak akan bahasan corona di beberapa media. Ditambah lagi, kabar ibu mertua yang dilarikan ke rumah sakit.

Ini jenis kegundaan yang komplit. Saat yang sama, berurusan dengan hati dan pikiran yang semrawut. Usai pamit dengan mertua, selanjutnya ku sempatkan meminta restu orangtua dan mempersiapkan keberangkatan esok harinya. Namun, kenyataan yang menyapa berbeda, pemberangkatanku harus di tunda. Pada akhirnya skenarionya berubah total. Ke bandara bukan untuk bertolak ke Jakarta, melainkan transit, menjemput suami dan meneruskan perjalanan ke Makassar menemui mertua yang berbaring sakit.

Ini nyata, skenario Allah benar-benar tak tertebak,  planning bisa saja mantap tapi Tuhan punya jalan cerita terbaik yang harus kita perankan baik-baik. Seperti ini misalnya, suami kembali disaat tepat (sebuah kesyukuran bisa menemui dan menemani ibu di Rumah sakit meski lebel surat tugas). Karena kenyataan yang sebenar-benarnya adalah kantor tiba-tiba mengabarkan bahwa surat tugas dibatalkan karena himbauan pemerintah mengenai covid-19. Bagian dari tindakan menepis jumlah korban yang berjatuhan, kantor pun di liburkan.

Seminggu menanti kebijakan baru (kami) berharap kantor benar-benar diliburkan total meski tetap bekerja dari rumah (work from home). Beberapa hari penantian, harapan kami tetap sama. Hopefully, kantor benar-benar libur dan tak mengharuskan kami ke Jakarta. Namun kenyataan berkata lain, diberlakukan work from home namun tetap ada piket sesekali hadir di kantor. Willy nilly, hanya tekad (doa yang terus kami iyangkan) dan strategi keselamatan yang kami utamakan. Perjalanan, dan perjuangan melindungi diri, dari aktivitas keluar rumah jika sangat diperlukan.

Bismillah... semoga kita semua dilindungi Allah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Baik

  Memilih milih teman itu boleh. Yang ngga boleh itu, memilih milih berbuat baik ke orang. Kenapa? Karena karaktermu bergantung dengan siapa lingkunganmu. Kalau bergaul dengan orang yang ngga bener, ya kecipratan juga ngga benernya. Kecuali kalau kamu udah bisa mastiin orang disekitarmu adalah orang yang baik. Dan akan memberi pengaruh baik. Atau, kamu udah bener-bener baik untuk menjadi orang yang berpengaruh baik di lingkunganmu. But, who knows? Kita manusia biasa, banyak khilafnya. Jadi, perlu ada batasan. Jangan semua dijadiin temen. Maaf. Saya berani bilang gini karena pengalaman yang mengajarkan. Bahwa ngga semua orang adalah baik dan memberi pengaruh baik untuk kita.  Jadi fokus saja berbuat baik semampunya, dan menjadi lebih baiklah dari hari hari sebelumnya.

Menikah Itu tentang Sebuah Keyakinan!

Bismillahirrohmanirrohim. Assalamualaykum warohmatullahi wabarokatuh. Pembaca. Semoga tulisan ini mendapati kita dalam keadaan baik, niat yang baik dan harapan-harapan hidup yang baik. Kodratnya, kita adalah pendosa dan tak ada satupun yang benar-benar baik diantara kita. Kalaupun ada diantara kita yang terlihat baik, maka yang terlihat hanyalah sebatas usaha kita menjadi lebih baik, bertaubat pada-Nya. Jadi, mari menjadi baik tanpa menganggap diri jauh lebih baik. Yang salah adalah jika kita tak pernah berusaha untuk menjadi lebih baik dari hari ini, terus berkutat pada anggapan yang sama 'langkahku adalah jauh lebih baik' sebab anggapan inilah yang pada akhirnya menyeret kita yang telah baik malah kembali pada cerminan tak baik. Jika kita pernah dibuat terluka oleh satu sayatan, maka biarkan sayatan demi sayatan berikutnya menutupi rasa sakit yang kita tanggung sendiri, seperti itulah pengaruh pikiran membawa kita pada alam di bawah sadar. Belajar untuk memaafkan dan terus m...

Tak Perlu Ada Iri Diantara Kita

  Hal yang paling melekat dalam diri manusia dan tak bisa lepas adalah rasa ingin lebih atau rasa tak puas diri. Sebenarnya hal ini bisa saja positif, namun tak banyak yang sanggup mengontrol ini dengan baik. Karena sejatinya, merasa puas itu tak baik jika porsinya terlalu. Mengapa? karena terlalu cepat puas menghadirkan energi negatif bagi diri sendiri; (1) merasa terlena dan tak ingin lagi melakukan hal lain, jatohnya malas, (2) menjadi bangga diri, memuji diri, besar kepala dan sedikit saja akan menampakkan kesombongan (3) tertinggal langkah yang lain, hingga usaha kita banyak terlampaui oranglain yang pada akhirnya melahirkan rasa iri di dalam hati (4) Menutup kesempatan untuk lebih mengembangkan potensi diri, sebab merasa cukup bisa saja membuat kita tidak bisa merambah ke bidang yang lain. N audzubillah mindzalik. Meski kita pun sama-sama paham bahwa rasa puas pun dibutuhkan untuk mengucap syukur atas apa yang Allah beri, pun bagian dari usaha berterima kasih p...