(....masih lanjutan post sebelumnya)
Ku pikir sebuah hal yang bukan kebetulan. Suami tiba-tiba tugas kerja ke Makassar dan saya harus menunda pemberangkatan ke Jakarta. Sempat meresahkan diri sendiri. Saya gegabah memesan tiket atau sudah Tuhan gariskan hal yang terkesan kebetulan. Di momen yang sama kegelisahan merebak dan marak akan bahasan corona di beberapa media. Ditambah lagi, kabar ibu mertua yang dilarikan ke rumah sakit.
Ini jenis kegundaan yang komplit. Saat yang sama, berurusan dengan hati dan pikiran yang semrawut. Usai pamit dengan mertua, selanjutnya ku sempatkan meminta restu orangtua dan mempersiapkan keberangkatan esok harinya. Namun, kenyataan yang menyapa berbeda, pemberangkatanku harus di tunda. Pada akhirnya skenarionya berubah total. Ke bandara bukan untuk bertolak ke Jakarta, melainkan transit, menjemput suami dan meneruskan perjalanan ke Makassar menemui mertua yang berbaring sakit.
Ini nyata, skenario Allah benar-benar tak tertebak, planning bisa saja mantap tapi Tuhan punya jalan cerita terbaik yang harus kita perankan baik-baik. Seperti ini misalnya, suami kembali disaat tepat (sebuah kesyukuran bisa menemui dan menemani ibu di Rumah sakit meski lebel surat tugas). Karena kenyataan yang sebenar-benarnya adalah kantor tiba-tiba mengabarkan bahwa surat tugas dibatalkan karena himbauan pemerintah mengenai covid-19. Bagian dari tindakan menepis jumlah korban yang berjatuhan, kantor pun di liburkan.
Seminggu menanti kebijakan baru (kami) berharap kantor benar-benar diliburkan total meski tetap bekerja dari rumah (work from home). Beberapa hari penantian, harapan kami tetap sama. Hopefully, kantor benar-benar libur dan tak mengharuskan kami ke Jakarta. Namun kenyataan berkata lain, diberlakukan work from home namun tetap ada piket sesekali hadir di kantor. Willy nilly, hanya tekad (doa yang terus kami iyangkan) dan strategi keselamatan yang kami utamakan. Perjalanan, dan perjuangan melindungi diri, dari aktivitas keluar rumah jika sangat diperlukan.
Bismillah... semoga kita semua dilindungi Allah.
Komentar