Langsung ke konten utama

Mengulang Ingatan: Part 7 Menyukai sewajarnya

"Dulu, paling ngga suka sama makanan khas Makassar satu ini. Tapi sekarang dunia terbalik, malah jadi doyan banget." . .
Saya benar-benar telah belajar dari kebencian  saya terhadap coto. Memang benar bahwa tak baik terlalu membenci sesuatu, sebab tak bisa dipungkiri bahwa kita akan berbalik menyukainya.

Masih terngiang jelas. Ketika itu, saya dan teman se-komunitas melakukan perjalanan lintas kabupaten, untuk sampai ke tujuan pun kami mendapati perut meraung-raung. Melihat tulisan terpampang di papan kayu depan warung "Mie Pangsit - Bakso" Kami pun tak pikir panjang dan menjeda perjalanan.

Semuanya lahap. Tapi saya masih berurusan dengan indera pengecap. Saya tak menyangka, mie pangsit bakso yang saya pesan seperti kuah coto. Ini menyebalkan. Tak tanggung-tanggung saya berusaha menyembunyikan rasa tak nyaman, tapi tetap saja. Saya muntah di depan warung itu. Oh, God! Maafkan saya.

Namun, situasi lain menyapa berbeda. Saya ditempatkan di Kabupaten Jeneponto pada Program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Pusatnya coto asli dengan daging khas, kuda. Awalnya pun saya tak menyangka akan mengabdi disana, tapi takdir tak pernah disangka. Hampir setiap hari ada ajakan warga, dan jarang tak diajak makan. Pasti disuguhkan makanan. Tentu saja, ada gantala jarang (Makanan khas Kab. Jeneponto) dan coto kuda juga. Saya tidak suka daging kuda, tidak suka. Bahkan ditawarkan beberapa kali saya tetap tidak mau. Hingga satu moment bapak posko saya yang begitu ramah membawa beberapa tusuk sate, saya pun kegirangan. Saya habiskan dua tusuk sate dengan potongan daging besar itu tanpa bertanya dulu. Sial, saya baru saja menelan daging kuda lantaran tak tahu sama sekali. Tapi, tak ada yang terjadi setelah itu bahkan saya mulai membiasakan diri dengan suguhan daging kuda, juga coto khas daerah itu. Tak perlu canggung, apalagi membuat kesan tak nyaman pada tuan rumah.

Artinya, kita tidak boleh membenci sesuatu sedang kita belum tahu apa itu buruk untuk kita atau baik untuk kita. Sebab bisa saja apa yg kita anggap baik, malah sebaliknya. Membenci sewajarnya dan menyukailah sewajarnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Baik

  Memilih milih teman itu boleh. Yang ngga boleh itu, memilih milih berbuat baik ke orang. Kenapa? Karena karaktermu bergantung dengan siapa lingkunganmu. Kalau bergaul dengan orang yang ngga bener, ya kecipratan juga ngga benernya. Kecuali kalau kamu udah bisa mastiin orang disekitarmu adalah orang yang baik. Dan akan memberi pengaruh baik. Atau, kamu udah bener-bener baik untuk menjadi orang yang berpengaruh baik di lingkunganmu. But, who knows? Kita manusia biasa, banyak khilafnya. Jadi, perlu ada batasan. Jangan semua dijadiin temen. Maaf. Saya berani bilang gini karena pengalaman yang mengajarkan. Bahwa ngga semua orang adalah baik dan memberi pengaruh baik untuk kita.  Jadi fokus saja berbuat baik semampunya, dan menjadi lebih baiklah dari hari hari sebelumnya.

Menikah Itu tentang Sebuah Keyakinan!

Bismillahirrohmanirrohim. Assalamualaykum warohmatullahi wabarokatuh. Pembaca. Semoga tulisan ini mendapati kita dalam keadaan baik, niat yang baik dan harapan-harapan hidup yang baik. Kodratnya, kita adalah pendosa dan tak ada satupun yang benar-benar baik diantara kita. Kalaupun ada diantara kita yang terlihat baik, maka yang terlihat hanyalah sebatas usaha kita menjadi lebih baik, bertaubat pada-Nya. Jadi, mari menjadi baik tanpa menganggap diri jauh lebih baik. Yang salah adalah jika kita tak pernah berusaha untuk menjadi lebih baik dari hari ini, terus berkutat pada anggapan yang sama 'langkahku adalah jauh lebih baik' sebab anggapan inilah yang pada akhirnya menyeret kita yang telah baik malah kembali pada cerminan tak baik. Jika kita pernah dibuat terluka oleh satu sayatan, maka biarkan sayatan demi sayatan berikutnya menutupi rasa sakit yang kita tanggung sendiri, seperti itulah pengaruh pikiran membawa kita pada alam di bawah sadar. Belajar untuk memaafkan dan terus m...

Tak Perlu Ada Iri Diantara Kita

  Hal yang paling melekat dalam diri manusia dan tak bisa lepas adalah rasa ingin lebih atau rasa tak puas diri. Sebenarnya hal ini bisa saja positif, namun tak banyak yang sanggup mengontrol ini dengan baik. Karena sejatinya, merasa puas itu tak baik jika porsinya terlalu. Mengapa? karena terlalu cepat puas menghadirkan energi negatif bagi diri sendiri; (1) merasa terlena dan tak ingin lagi melakukan hal lain, jatohnya malas, (2) menjadi bangga diri, memuji diri, besar kepala dan sedikit saja akan menampakkan kesombongan (3) tertinggal langkah yang lain, hingga usaha kita banyak terlampaui oranglain yang pada akhirnya melahirkan rasa iri di dalam hati (4) Menutup kesempatan untuk lebih mengembangkan potensi diri, sebab merasa cukup bisa saja membuat kita tidak bisa merambah ke bidang yang lain. N audzubillah mindzalik. Meski kita pun sama-sama paham bahwa rasa puas pun dibutuhkan untuk mengucap syukur atas apa yang Allah beri, pun bagian dari usaha berterima kasih p...