Langsung ke konten utama

Mengulang Ingatan: Masih lanjutan Part 4


Kita berteman saja, teman tapi mesra.
Itu lirik lagu siapa, saya lupa. Jika boleh, pinjamkan saya untuk gadis yang ku temui di 18 tahun silam ini. Gadis yang memperkenalkan namanya dengan nada lembut di antena, saat pertama kali duduk di bangku es de. Namanya Hartanti, tapi saya lebih nyaman memanggilnya Mega, semenjak saya tahu sapaan itu berlaku di rumahnya.

Saya senang menghabiskan sisa waktu menunggui ayah mengusaikan jadwal mengajar. Sebab, sekolah tempat ayah mengajar hanya berjarak lima langkah dari rumahnya, dekat sekali. Itu sebabnya, makan siang saya hampir setiap hari, tiap kali mampir. Untung saja saya masih kecil masa itu, masih dimaklumi orang dewasa.

Hari ini, saya melihat perubahan yang tak jauh beda darinya. Masih lembut dalam tutur, sopan dalam tindak, perhatian dan masih sering ngajak makan eskrim. Dan satu lagi, masih seperti ibu saya, sering memanggil saya 'Hikmawati'. Untung tidak diikutkan titel juga. Entahlah, sebab ia gadis yang menakjubkan, ketakutan saya bisa saja terjadi.

Mengenalnya adalah sebuah kesyukuran tersendiri. Bertemu, berkenalan, bercerita, bermain, berbagi, berpisah, bertemu kembali, bercerita, bersenda-gurau dan berpisah lagi. Begitu seterusnya, hingga kita paham bahwa pertemuan adalah rindu yang terencana.

Melihat perubahan yang terjadi tiap kali bertemu, sulit dipercaya. Sebab saya masih mencoba menggringnya  dalam bayangan kelam, masa suram yang ingin ia buang dalam-dalam. Dimana giginya tak berbentuk karena permen, wajahnya kucel, belum paham apa itu face wash, rambut diikal manja dan ikat sepatunya masih terlepas tanpa diikat nenek.

Pun sebuah kesyukuran bisa menjadi pengamat masa kecil hingga ia beranjak dewasa, pun sebaliknya, bagaimana saya dimasa kecil dulu hingga berani mengejek hari ini 😀 No worries, tetaplah seperti Mega yang ku kenal, gadis ramah nan perhatian. Gadis yang akan membuat saya marah jika suatu saat nanti dipinang lelaki tak tepat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Baik

  Memilih milih teman itu boleh. Yang ngga boleh itu, memilih milih berbuat baik ke orang. Kenapa? Karena karaktermu bergantung dengan siapa lingkunganmu. Kalau bergaul dengan orang yang ngga bener, ya kecipratan juga ngga benernya. Kecuali kalau kamu udah bisa mastiin orang disekitarmu adalah orang yang baik. Dan akan memberi pengaruh baik. Atau, kamu udah bener-bener baik untuk menjadi orang yang berpengaruh baik di lingkunganmu. But, who knows? Kita manusia biasa, banyak khilafnya. Jadi, perlu ada batasan. Jangan semua dijadiin temen. Maaf. Saya berani bilang gini karena pengalaman yang mengajarkan. Bahwa ngga semua orang adalah baik dan memberi pengaruh baik untuk kita.  Jadi fokus saja berbuat baik semampunya, dan menjadi lebih baiklah dari hari hari sebelumnya.

Menikah Itu tentang Sebuah Keyakinan!

Bismillahirrohmanirrohim. Assalamualaykum warohmatullahi wabarokatuh. Pembaca. Semoga tulisan ini mendapati kita dalam keadaan baik, niat yang baik dan harapan-harapan hidup yang baik. Kodratnya, kita adalah pendosa dan tak ada satupun yang benar-benar baik diantara kita. Kalaupun ada diantara kita yang terlihat baik, maka yang terlihat hanyalah sebatas usaha kita menjadi lebih baik, bertaubat pada-Nya. Jadi, mari menjadi baik tanpa menganggap diri jauh lebih baik. Yang salah adalah jika kita tak pernah berusaha untuk menjadi lebih baik dari hari ini, terus berkutat pada anggapan yang sama 'langkahku adalah jauh lebih baik' sebab anggapan inilah yang pada akhirnya menyeret kita yang telah baik malah kembali pada cerminan tak baik. Jika kita pernah dibuat terluka oleh satu sayatan, maka biarkan sayatan demi sayatan berikutnya menutupi rasa sakit yang kita tanggung sendiri, seperti itulah pengaruh pikiran membawa kita pada alam di bawah sadar. Belajar untuk memaafkan dan terus m...

Tak Perlu Ada Iri Diantara Kita

  Hal yang paling melekat dalam diri manusia dan tak bisa lepas adalah rasa ingin lebih atau rasa tak puas diri. Sebenarnya hal ini bisa saja positif, namun tak banyak yang sanggup mengontrol ini dengan baik. Karena sejatinya, merasa puas itu tak baik jika porsinya terlalu. Mengapa? karena terlalu cepat puas menghadirkan energi negatif bagi diri sendiri; (1) merasa terlena dan tak ingin lagi melakukan hal lain, jatohnya malas, (2) menjadi bangga diri, memuji diri, besar kepala dan sedikit saja akan menampakkan kesombongan (3) tertinggal langkah yang lain, hingga usaha kita banyak terlampaui oranglain yang pada akhirnya melahirkan rasa iri di dalam hati (4) Menutup kesempatan untuk lebih mengembangkan potensi diri, sebab merasa cukup bisa saja membuat kita tidak bisa merambah ke bidang yang lain. N audzubillah mindzalik. Meski kita pun sama-sama paham bahwa rasa puas pun dibutuhkan untuk mengucap syukur atas apa yang Allah beri, pun bagian dari usaha berterima kasih p...