Malam 27 agustus. Dering telpon kian kali akhirnya membangunkan kami dari tidur. Sontak kaget ada apa? Jarang sekali kakak perempuan menelpon malam-malam kecuali jika kakak punya kebutuhan mendesak. Suaranya sedikit parau. Seperti dibuat mabuk es batu. Kata demi kata yang dilontarkan seperti tak karuan di antena, tak sesantai biasanya. Sebentar saja, tak begitu lama hingga akhirnya ia sendiri yang mengakhiri teleponnya.
Ndi'.... ada foto copy KK ta'. KK terakhir, kirim nah.. kirim ke WA nya kakak Alam!
Tak pikir panjang dan tak banyak nanya, file scan sudah terkirim ke daftar chat masuk kontak kakak Ipar, segercep itu pula mendapati balasan "Makasih dek!". Setelahnya, barulah dibuat heran. Bermunculan kian tanya di kepala. "KK buat apa?" Tapi otakku semacam tersengat dan mendapati jawaban sendiri "Mungkin mau dipake buat urus KK barunya. Karena kakak belom buat KK sendiri. Sama seperti saya. Karena nasib yang sama, sama-sama merantau setelah nikah."
Semenjak memutuskan merantau. Kami seperti disibukkan di tanah rantau, mengurus Kartu Keluarga (KK) harusnya telah lama tuntas tapi masih saja terlunta-lunta. Kakak perempuan dan kakak ipar adalah pekerja negara, waktu dan pikirannya banyak diwakafkan untuk negara di tanah Rantau, Mamuju Tengah. Sedang kami, ditakdirkan Allah menapaki hidup dan mengais rezeki di Kota Metropolitan, Jakarta Selatan. Suami berkantor di Jakarta Selatan, sedang tempat kami bermukim terbilang jauh. Kondisi yang mengharuskan, termasuk sulitnya mendapati tempat tinggal yang aman, nyaman, ramah finansial. Awalnya terasa sulit, terlebih karena suami harus menunggangi sepeda motor kisaran 14 KM ke Kantor. Melelahkan! Katanya. Namun bagaimanapun segalanya patut disyukuri, karena nikmatnya rezeki akan semakin terasa jika ada banyak syukur yang diloloskan lidah. Alhamdulillah... alhamdulillah... may Allah always bless us.
Kembali pada topik pertama. Tepat 13.00 WIB, 28 agustus 2020. Akhirnya rasa penasaran dan kebingungan semalaman terjawab. Ibu menelpon via whatsapp disambungkan dengan kontak kakak. Sembari menunggu tersambung, ibu beri kabar bahagia atas kelahiran ponakan kedua, setelah anak kakak pertama. Sempat kesal, kebiasaan ibu yang senang diam-diam bahkan hal kebaikan (meski saya sadar penuh, ibu selalu punya alasan yang berterima). Namun bagaimanapun, tetap saja kesal sebab baru dikabari. Meski begitu, rasa kesal terbayarkan dengan kebahagiaan akan jawaban penantian. Ini mengejutkan! Tak pernah terbayangkan akan lahir secepat ini, sedang perkiraan akan lahir 20 hari lagi.
MasyaAllah! Virtual meeting kami disambut tarikan senyum dan tarikan tangan mungil ponakan. Imut dan menggemaskan, ia lahir dengan berat 2.5 seperti dikepal-kepal tangan raksasa. Ya Allah! Lord of the world, ini jawaban gelisah saya ternyata! Tak dibiarkan tidur semalaman (gelisah entah mengapa), ternyata insting akan kehadiran buah hati dari kakak perempuan. Barakallah.
Haru biru, mengingat kakak yang jauh diperantauan dan hanya berdua bersama sang suami. Tentu tak sepele, di sela seperti ini mengurus ini itu sendiri sedang istri dan anak berjuang menemui kebaikan dunia. Allahu akbar... Allahu Akbar!! Akhirnya, sekarang tak lagi sepi, tak lagi berdua, namun ada buah hati disisinya. Selama kakak dan ponakan, selamat menikmati amanah Allah, semoga kelak menjadi insan yang soleh, kehadirannya menjadi penyejuk terlebih bagi kedua orangtuanya.
Selamat hari lahir, Nak! Besarlah dengan membesarkan nama Allah di dadamu. Jadi anak Soleh! Kelak, banggakan kedua orangtuamu dengan pencapaian-pencapaian dunia dan akhirat! Selamatkan dunia dan akhirat ayah dan ibumu, dengan menjadi penyelamat bagi agamamu. Barakallah. Juga, doakan tantemu ini, semoga segera dikaruniai buah hati, biar nanti ada teman mainmu! Bismillah... allahumma aamiin.
Komentar