Langsung ke konten utama

Being Mommy Isn't Easy


Perempuan. Sudah takdirnya punya hak istimewa. Keindahan lekuk tubuh dan kecanggihan alat reproduksi yang ia miliki menjadikan ia berbeda. Sebabnya, perempuan bisa menyetarai posisi laki-laki dalam mencari nafkah namun laki-laki tidak bisa menggantikan peran perempuan dalam mengandung, melahirkan, meyusui dan membesarkan anak-anaknya. 

Saya pribadi pernah melewati lintasan orientasi satu, dua, tiga, empat.. hingga akhirnya ada di titik ini. Meniti jenis pengalaman ini itu, mencoba bekerja ini itu dan menikmati 24 jam saya sebagai perempuan yang mencoba berjuang di atas kaki sendiri. Kuliah sembari bekerja tentu bukan hal mudah. Ada tugas kampus yang tertumpuk, menunggu sesegera mungkin dituntaskan. Sela itu pula, ada kerjaan kantor yang tertunda, menuntut secepat kilat diselesaikan. Namun, dari kesulitan demi kesulitan itu masih ada jalan mudah untuk ditempuh. Contekan tugas dari teman yang budiman dan minta bantuan rekan kerja untuk mengambil alih pekerjaan. Dari kian lika liku perjalanan itu pun saya menyadari bahwa rutinitas yang tersulit dalam menjalankan peran saya sebagai perempuan adalah saat saya menjadi ibu. 

Di tengah kegaduhan aktivitas keseharian, lelah tidak boleh dikeluhkan. Bahkan, jika akhirnya jatuh sakit tetap harus kuat karena ada anak yang harus menyusu. Tak hanya itu, sebab ada banyak hal yang harus dikerjakan dan menunggu untuk diselesaikan satu per satu. Juga, tak henti-henti memupuk sabar dan mengairi rasa tulus dan ikhlas.

Bagaimana pun, memutuskan untuk naik ke tangga pernikahan artinya telah siap dengan konsekwensi yang ada. Menerima baik buruk pasangan kita, pun menerima tiap digit takdir yang sudah menjadi ketetapan-Nya. 

Hari ini sungguh berbeda dengan hari kemarin. Tak hanya sebagai istri namun status sebagai ibu kini disandingkan juga. Lahirnya anak dari rahim seorang wanita artinya lahir pula diri ini pertama kali sebagai ibu. Dari sini saya semalin paham, betapa ibu diindahkan. Dalam deretan jari jemari pun hanya ada ibu jari. Artinya, menjadi ibu adalah mengambil peran istimewa. MasyaAllah tabarakallah.. sungguh luar biasa. Ia yang mengandung sembilan bulan, ia yang berjuang antara hidup dan mati saat melahirkan dan ia pula yang menyusui dua tahun ASI eksklusif. Tak sampai disitu, sebab ibu pula yang menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Ia berkewajiban mendampingi suami membesarkan anak, sekaligus ia pula yang memberi penanaman moral pertama untuk generasinya. Prosesnya benar-benar menakjubkan, diiringi banyak keajaiban-keajaiban.

Kita semua punya 24 jam yang sama, namun sebagai seorang ibu 24 jam tidak ada paruh waktu, sepenuhnya untuk keluarga. Bekerja di rumah untuk keluarga, mengumpulkan pundi-pundi rupiah pun semata-maya untuk keluarga. Memikirkan masa depan anaknya, memenuhi kebutuhan harian keluarganya. Semoga segala aktivitasnya dinilai ibadah oleh-Nya. Terkhusus untuk ibu dan calon ibu di luar sana, dilimpahkan banyak rezeki serta disehatkan untuk terus aktif menjalankankan perannya. Barakallah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Baik

  Memilih milih teman itu boleh. Yang ngga boleh itu, memilih milih berbuat baik ke orang. Kenapa? Karena karaktermu bergantung dengan siapa lingkunganmu. Kalau bergaul dengan orang yang ngga bener, ya kecipratan juga ngga benernya. Kecuali kalau kamu udah bisa mastiin orang disekitarmu adalah orang yang baik. Dan akan memberi pengaruh baik. Atau, kamu udah bener-bener baik untuk menjadi orang yang berpengaruh baik di lingkunganmu. But, who knows? Kita manusia biasa, banyak khilafnya. Jadi, perlu ada batasan. Jangan semua dijadiin temen. Maaf. Saya berani bilang gini karena pengalaman yang mengajarkan. Bahwa ngga semua orang adalah baik dan memberi pengaruh baik untuk kita.  Jadi fokus saja berbuat baik semampunya, dan menjadi lebih baiklah dari hari hari sebelumnya.

Menikah Itu tentang Sebuah Keyakinan!

Bismillahirrohmanirrohim. Assalamualaykum warohmatullahi wabarokatuh. Pembaca. Semoga tulisan ini mendapati kita dalam keadaan baik, niat yang baik dan harapan-harapan hidup yang baik. Kodratnya, kita adalah pendosa dan tak ada satupun yang benar-benar baik diantara kita. Kalaupun ada diantara kita yang terlihat baik, maka yang terlihat hanyalah sebatas usaha kita menjadi lebih baik, bertaubat pada-Nya. Jadi, mari menjadi baik tanpa menganggap diri jauh lebih baik. Yang salah adalah jika kita tak pernah berusaha untuk menjadi lebih baik dari hari ini, terus berkutat pada anggapan yang sama 'langkahku adalah jauh lebih baik' sebab anggapan inilah yang pada akhirnya menyeret kita yang telah baik malah kembali pada cerminan tak baik. Jika kita pernah dibuat terluka oleh satu sayatan, maka biarkan sayatan demi sayatan berikutnya menutupi rasa sakit yang kita tanggung sendiri, seperti itulah pengaruh pikiran membawa kita pada alam di bawah sadar. Belajar untuk memaafkan dan terus m...

Tak Perlu Ada Iri Diantara Kita

  Hal yang paling melekat dalam diri manusia dan tak bisa lepas adalah rasa ingin lebih atau rasa tak puas diri. Sebenarnya hal ini bisa saja positif, namun tak banyak yang sanggup mengontrol ini dengan baik. Karena sejatinya, merasa puas itu tak baik jika porsinya terlalu. Mengapa? karena terlalu cepat puas menghadirkan energi negatif bagi diri sendiri; (1) merasa terlena dan tak ingin lagi melakukan hal lain, jatohnya malas, (2) menjadi bangga diri, memuji diri, besar kepala dan sedikit saja akan menampakkan kesombongan (3) tertinggal langkah yang lain, hingga usaha kita banyak terlampaui oranglain yang pada akhirnya melahirkan rasa iri di dalam hati (4) Menutup kesempatan untuk lebih mengembangkan potensi diri, sebab merasa cukup bisa saja membuat kita tidak bisa merambah ke bidang yang lain. N audzubillah mindzalik. Meski kita pun sama-sama paham bahwa rasa puas pun dibutuhkan untuk mengucap syukur atas apa yang Allah beri, pun bagian dari usaha berterima kasih p...