Langsung ke konten utama

Mengulang Tanggal Pernikahan Pertama Kali

20/09/2019 momentum terindah pengawal ibadah panjang kami dalam hidup yang fana. Di tanggal ini pula kami sepakat, mengikat janji suci mengikuti sunnah nabi, Muhammad Shallallahu A'laihi Wasallam. Mencipta ketenangan jiwa, menundukkan pandangan, memupuk rasa cinta, mensyukuri bahagia, menerima baik pintu rezeki, membentengi akhlak dan menanti generasi yang belum diamanahkan Allah hingga hari ini. Semoga perayaan selanjutnya tak hanya kami, namun lengkap bersama buah hati. MasyaAllah.. alhamdulillah.. alhamdulillah. Allah beri kami kesempatan bersama dan merayakan bahagia di tahun pertama. Sederhana saja, tak begitu semarak namun penuh nikmat. Hanya berdua, jauh dari keluarga namun dekat dalam doa, InsyaAllah. 

Satu tahun pernikahan, artinya satu tahun pula jarak kami bentangkan. Jauh dari keluarga besar, namun kebesaran-Nya menyodorkan jaraklah yang memperkuat pemahaman kami bahwa jarak hanya kilometer pandang, namun ada do'a yang mendekatkan kita. Sama seperti kecintaan kita pada sang pencipta. Tak kasat mata, namun dekat dan lebih dekat dari urat nadi. Terus memanjatkan doa, memohon pertolongannya dan tak lupa menyebut nama-Nya berulang-ulang kali. Meski kita tahu bahwa Allah tengah bersemayam diatas Arsy-Nya, tak sederajat Dzat yang diciptakan-Nya, namun Ia maha melihat, maka tak ada manusia dan mahluk ciptaan lainnya yang mampu lepas dari pantauan-Nya. 

“Dan kami lebih dekat kepada dia daripada urat nadinya, tatkala dua malāikat berada di tangan kanan dan kiri.” (QS Qāf: 16-17) 

 
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۖ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَىٰ ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَىٰ مِنْ ذَٰلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ۖ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidakkah engkau lihat, Allāh mengetahui/mengilmui apa yang ada di langit dan di bumi. Tidak ada tiga orang saling berbisik kecuali Allāh yang keempat, tidak ada lima orang saling berbisik kecuali Allāh yang keenam, tidak ada yang sedikit atau banyak kecuali Allāh bersama mereka. Kemudian Allāh akan mengabarkan kepada mereka tentang apa yang mereka lakukan pada hari kiamat kelak. Sesungguhnya Allāh Maha Mengetahui Segala Sesuatu.” (QS Al Mujādilah: 7)

Sempat menitihkan air mata, menengok kebelakang dan mengucap istigfar kian kali, tentu bukan untuk mengelakkan hal-hal yang pernah terjadi, namun memohon kemudahan dari setiap kesedihan yang dialami. Di awal pernikahan kami, tepat 5 hari setelah  diberlangsungkannya pesta perayaan tanggal pernikahan kami, Allah beri kabar penempatan kerja ulang bagi suami, yang tentu saja sontak menggegerkan isi kepala. Kala itu, saya masih punya ikatan kontrak mengajar enam kelas di Institusi Islam Negeri, kampus hijau Indonesia Timur sedang baru berjalan dua minggu terhitung izin seminggu persiapan pernikahan dan penyelesaian perbaikan di Universitas, baru-baru saja mengikut acara wisuda studi strata dua. Awalnya hanya dosen pengganti seorang Professor yang saya panuti. Namun karena gelar magister baru saja direkatkan, maka sudah diwajarkan untuk memegang kelas independen meski belum berstatuskan dosen tetap. Meski telah lama mengajar dengan upah rendah, hanya mengganti jam pula, tetap saja ini kesyukuran luar biasa, mengingat tak banyak yang mendapatkan kesempatan yang sama di luar sana. Beranjak dari sini saya dibuat bingung, mengikut suami dan meninggalkan kewajiban di Universitas, ataukah menuntaskan jam ngajar dulu lalu menyusul ke perantauan. Sulit bahkan terasa sangat berat awalnya. Terlebih mengingat perjuangan studi dan rentetan-rentetan jenjang pengabdian hingga mampu berada di titik ini. Namun, Untungnya, suami begitu sabar saat itu dengan katakan:

Selesaikan meki jam ngajarta, sesekali kesini. Semoga jalan ini yang bisa naikkan level sabar kita, sayang.

Bismillahirrohmanirrohim. Setelah menuntaskan satu semester sebagai dosen luar biasa, akhirnya saya luruskan niat memulai pengabdian utama dengan mendampingi suami di perantauan, tempat ia bekerja hari ini, Jakarta Selatan. Tentu saja, ini kesyukuran luar biasa. Sempat bolak-balik Makassar-Jakarta-Makassar-Jakarta, mengobati rindu sesekali, namun tetap saja tak pernah ada tuntas-tuntasnya. Di mata mahasiswa, pun rekan kerja di Universitas bahwa saya jenis yang kebanyakan uang, nanam saham di Maskapai penerbangan. Tentu saja saya hanya menarik senyum tipis dan mengaminkannya kian kali. Saya yang menjalani, pun saya yang harus meluruskan anggapan. Mungkin yang terlihat demikian, namun dimata kami jelas berbeda. Memang bukan uang kecil, namun tentu saja bagi kami nilai rupiah tak mampu membayar jarak kerinduan yang tengah Allah bentangkan pada kami. Upah mengajar di Universitas tak sebanding dari harga kerinduan yang kami coba cicil dan bayar tuntas hari ini. Tentu saja, ini sebuah kesyukuran luar biasa.. Alhamdulillah.. alhamdulillah. Akhirnya, kewajiban di Universitas tuntas dan selanjutnya kami lanjutkan kembali kewajiban ibadah panjang. Dari jarak yang Allah bentangkan ini, saya semakin paham betapa menikah dan makna perempuan sangatlah berarti. Maka mari mengimani takdir yang Allah sodorkan hari ini, mengimaninya dengan baik maka akan banyak kebaikan-kebaikan baru yang dihadirkan-Nya. Sebagaimana yang kita pahami dengan baik bahwa kehendak Allah tak ada yang mampu mengubahnya, kita hanya bisa berusaha semampu kita, namun Allah lah sang penentu hasil dari segala urusan-urusan yang ada. Lalu bertadabbur, melihat keagungan Allah yang nyata, meski jauh dari keluarga besar, namun kehadiran teknologi tentu adalah jawaban dari jenis kesedihan dan kerinduan. Allah maha bijaksana, maha penyayang, dan takkan membiarkan hambanya larut dalam kesedihan. Juga selalu ada doa, untuk orang-orang tercinta. Yakinlah. Semoga Allah dekap kita, keluarga kita dengan kasih sayangnya, dilindungi dan dilimpahkan rezeki dan nikmat sehat tiap hari, hingga tak ada lagi hari kita di muka bumi, InsyaAllah.


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Baik

  Memilih milih teman itu boleh. Yang ngga boleh itu, memilih milih berbuat baik ke orang. Kenapa? Karena karaktermu bergantung dengan siapa lingkunganmu. Kalau bergaul dengan orang yang ngga bener, ya kecipratan juga ngga benernya. Kecuali kalau kamu udah bisa mastiin orang disekitarmu adalah orang yang baik. Dan akan memberi pengaruh baik. Atau, kamu udah bener-bener baik untuk menjadi orang yang berpengaruh baik di lingkunganmu. But, who knows? Kita manusia biasa, banyak khilafnya. Jadi, perlu ada batasan. Jangan semua dijadiin temen. Maaf. Saya berani bilang gini karena pengalaman yang mengajarkan. Bahwa ngga semua orang adalah baik dan memberi pengaruh baik untuk kita.  Jadi fokus saja berbuat baik semampunya, dan menjadi lebih baiklah dari hari hari sebelumnya.

Menikah Itu tentang Sebuah Keyakinan!

Bismillahirrohmanirrohim. Assalamualaykum warohmatullahi wabarokatuh. Pembaca. Semoga tulisan ini mendapati kita dalam keadaan baik, niat yang baik dan harapan-harapan hidup yang baik. Kodratnya, kita adalah pendosa dan tak ada satupun yang benar-benar baik diantara kita. Kalaupun ada diantara kita yang terlihat baik, maka yang terlihat hanyalah sebatas usaha kita menjadi lebih baik, bertaubat pada-Nya. Jadi, mari menjadi baik tanpa menganggap diri jauh lebih baik. Yang salah adalah jika kita tak pernah berusaha untuk menjadi lebih baik dari hari ini, terus berkutat pada anggapan yang sama 'langkahku adalah jauh lebih baik' sebab anggapan inilah yang pada akhirnya menyeret kita yang telah baik malah kembali pada cerminan tak baik. Jika kita pernah dibuat terluka oleh satu sayatan, maka biarkan sayatan demi sayatan berikutnya menutupi rasa sakit yang kita tanggung sendiri, seperti itulah pengaruh pikiran membawa kita pada alam di bawah sadar. Belajar untuk memaafkan dan terus m...

Tak Perlu Ada Iri Diantara Kita

  Hal yang paling melekat dalam diri manusia dan tak bisa lepas adalah rasa ingin lebih atau rasa tak puas diri. Sebenarnya hal ini bisa saja positif, namun tak banyak yang sanggup mengontrol ini dengan baik. Karena sejatinya, merasa puas itu tak baik jika porsinya terlalu. Mengapa? karena terlalu cepat puas menghadirkan energi negatif bagi diri sendiri; (1) merasa terlena dan tak ingin lagi melakukan hal lain, jatohnya malas, (2) menjadi bangga diri, memuji diri, besar kepala dan sedikit saja akan menampakkan kesombongan (3) tertinggal langkah yang lain, hingga usaha kita banyak terlampaui oranglain yang pada akhirnya melahirkan rasa iri di dalam hati (4) Menutup kesempatan untuk lebih mengembangkan potensi diri, sebab merasa cukup bisa saja membuat kita tidak bisa merambah ke bidang yang lain. N audzubillah mindzalik. Meski kita pun sama-sama paham bahwa rasa puas pun dibutuhkan untuk mengucap syukur atas apa yang Allah beri, pun bagian dari usaha berterima kasih p...