Langsung ke konten utama

Menikah, Merantau dan Makna Perempuan


Menjadi perempuan yang ditakdirkan hidup sebagai pendamping laki-laki yang mengharuskan dirinya merantau untuk menafkahi tentu tantangan tersendiri. Saya masih ingat betul bagaimana menjalani keseharian sebagai pelajar sekaligus pengajar di sebuah Institusi Pendidikan Tinggi, banyak mewakafkan waktu untuk belajar dan mengajar sebelum akhirnya melepas status single jadi married.

Di titik ini, kondisi krisis menyapa dan saya harus menentukan pilihan hidup yang tentu saja saya telah dibuat paham resiko kedepannya. Menikah dan merantau adalah dua hal yang amat erat dan tidak bisa dihindari. Menikah dengan pasangan saya hari ini artinya saya telah siap menjalani kehidupan dengan dimensi baru yang Tuhan hadapkan untuk kami. Menjalani kehidupan dengan sabar dan penuh rasa syukur adalah kunci dari kian kejadian-kejadian yang bergantian.

Sungguh. Saya adalah satu diantara perempuan-perempuan yang menaruh banyak harapan di dada tentang hal-hal yang baik di masa depan. Namun, pada kenyataan sebenarnya kita tidak selalu dalam keadaan baik-baik saja. Ada saat dimana kita benar-benar rapuh dan merasa pilihan hidup begitu menyulitkan bahkan sulit sekali menjalani hari-hari dengan biasa-biasa saja. Ingin rasanya merontah, tapi kian kali saya mengeluhkan ini itu tiap kali pula Allah sadarkan betapa skenarionya lebih hebat dari rencana-rencana saya yang amat apik.

Banyak hal yang membuat saya takjub hingga akhirnya mengambil kesimpulan pada diri sendiri "saya serahkan segala urusan saya padaNya sebab saat saya yang mengaturnya justru banyak berantakannya." Pun dari semua kejadian-kejadian tiap harinya, saya simpan dalam ingatan namun tidak lagi mengusiknya sebagai bahan perbandingan. Cukup sebagai pembelajaran bahwa yang sudah digariskan untuk saya tentu tidak akan melewatkan saya pula. 

Tak mudah, memang bukan hal mudah bagi saya dengan banyaknya stigma bahwa perempuan yang berpendidikan tinggi harusnya mengejar karir yang gemilang. Mereka punya potensi dan peluang untuk mengembanfkan diri sesuai latar pendidikannya. Sayapun tak pernah berpikir akan menjadi seorang rumah tangga penuh sebelum menikah, meski akal sehat saya telah memilih dia sebagai calon pendamping saya di masa yang datang. Pelan-pelan saya semakin paham betapa keutamaan pendidikan tinggi saya adalah satu diantara proses pembentukan pola pikir, selebihnya poin plus. Terlalu dangkal pemikiran kita yang menganggap sekolah tinggi sebagai tiket mendapatkan karir saja. Justru menuntut ilmu adalah sebuah keharusan bagi kita, khususnya perempuan.

Sebuah hadits menegaskan bahwasanya "menuntut ilmu (wajib) bagi muslimin maupun muslimat."

Sebab ilmu termasuk rukun yang sangat penting untuk membenarkan iman. Ilmu dan iman adalah satu ikatan utuh, jika salah satunya hilang maka akan ada ketimpangan. Sedangkan iman sendiri adalah puncak dari agama ini. Sederhananya, kedudukan ilmu pada keimanan seseorang ibarat ruh yang menjadikannya hidup.

Menyesali pilihan saya hari ini tentu saja adalah tindakan sia-sia. Saya hanya perlu waktu untuk menarik nafas sejenak lalu melangkahkan kaki untuk menapaki masa depan yang jauh lebih baik, InsyaAllah. 

Menikah adalah ibadah dengan kedudukan yang sangat penting dan sakral. Itulah mengapa menikah dikatakan sebagai ibadah paling panjang dalam kehidupan. Aktivitas sederhana pasangan suami istri semua dinilai pahala dan sedekah. Selama kita menjalaninya dengan ikhlas, insyaAllah akan berbuah manis bernilai ibadah. Meski perempuan adalah sosok yang terlihat lemah, namun justru energinya begitu luar biasa. Ia adalah inspirasi tak bertepi karena dibalik kesuksesan dan kebesaran seorang suami selalu ada istri yang setia menopang dan membantunya. Termasuk  kehidupan beragama suaminya. Istri adalah seorang yang paling bertanggung jawab meluruskan perilaku suami yang tidak sejalan dengan ketentuan Islam.

Bila suami kurang pengetahuan Islamnya, sedang istri banyak tahu, maka ia wajib mengajari suaminya, karena itu istri wajib terus menerus belajar agama agar dapat membantu suaminya dalam menegakkan kehidupan beragama dalam keluarganya. Para istri yang memang mengetahui hal-hal tertentu lebih dulu dari suaminya, mengenai ajaran agama tentu bukanlah sebuah alasan untuk merendahkan atau meremehkan suaminya. Kekurangan suami dalam ilmu agama tidaklah mengurangi haknya untuk dihormati dan ditaati. Pun sebaliknya jika suami lebih tahu lebih dulu ilmu agama, patut baginya membagikan ilmu bagi istrinya. Memang seharusnya rumah menjadi ruang diskusi dan pasangan sebagai kawan berpikir, tidak menggurui namun saling mengisi kekurangan satu sama lain.

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: ‘ Jika kamu menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah kuberikan kesenangan itu dan aku ceraikan dengan cara yang baik. Tetapi jika kamu menghendaki keridhaan Allah dan Rasul-Nya serta kebahagian negri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa saja yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar ‘ “ ( QS. Al – Ahzab : 28-29 )


“Wanita-wanita shalihah yaitu yang taat ( Berdiam dirumah ) lagi memelihara kehormatanya ketika suaminya pergi sebagaimana Allah telah memeliharanya “ ( QS. AN – Nisaa’ : 34 )

Dari Abu Sa’id ra, Nabi SAW. Bersabda : “Sesungguhnya seorang suami melihat istrinya (dengan kasih sayang ) dan istrinya pun melihatnya (dengan kasih sayang pula ), maka Allah melihat keduannya dengan pandangan kasih sayang, dan bila suamimemegang telapak tangan istrinya, maka dosa-dosa mereka keluar dari celah jari-jari tangan mereka.” ( HR. Rafi’I )

Ikuti kisah kami selanjutnya di kanal youtube: Ige Naya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Baik

  Memilih milih teman itu boleh. Yang ngga boleh itu, memilih milih berbuat baik ke orang. Kenapa? Karena karaktermu bergantung dengan siapa lingkunganmu. Kalau bergaul dengan orang yang ngga bener, ya kecipratan juga ngga benernya. Kecuali kalau kamu udah bisa mastiin orang disekitarmu adalah orang yang baik. Dan akan memberi pengaruh baik. Atau, kamu udah bener-bener baik untuk menjadi orang yang berpengaruh baik di lingkunganmu. But, who knows? Kita manusia biasa, banyak khilafnya. Jadi, perlu ada batasan. Jangan semua dijadiin temen. Maaf. Saya berani bilang gini karena pengalaman yang mengajarkan. Bahwa ngga semua orang adalah baik dan memberi pengaruh baik untuk kita.  Jadi fokus saja berbuat baik semampunya, dan menjadi lebih baiklah dari hari hari sebelumnya.

Menikah Itu tentang Sebuah Keyakinan!

Bismillahirrohmanirrohim. Assalamualaykum warohmatullahi wabarokatuh. Pembaca. Semoga tulisan ini mendapati kita dalam keadaan baik, niat yang baik dan harapan-harapan hidup yang baik. Kodratnya, kita adalah pendosa dan tak ada satupun yang benar-benar baik diantara kita. Kalaupun ada diantara kita yang terlihat baik, maka yang terlihat hanyalah sebatas usaha kita menjadi lebih baik, bertaubat pada-Nya. Jadi, mari menjadi baik tanpa menganggap diri jauh lebih baik. Yang salah adalah jika kita tak pernah berusaha untuk menjadi lebih baik dari hari ini, terus berkutat pada anggapan yang sama 'langkahku adalah jauh lebih baik' sebab anggapan inilah yang pada akhirnya menyeret kita yang telah baik malah kembali pada cerminan tak baik. Jika kita pernah dibuat terluka oleh satu sayatan, maka biarkan sayatan demi sayatan berikutnya menutupi rasa sakit yang kita tanggung sendiri, seperti itulah pengaruh pikiran membawa kita pada alam di bawah sadar. Belajar untuk memaafkan dan terus m...

Tak Perlu Ada Iri Diantara Kita

  Hal yang paling melekat dalam diri manusia dan tak bisa lepas adalah rasa ingin lebih atau rasa tak puas diri. Sebenarnya hal ini bisa saja positif, namun tak banyak yang sanggup mengontrol ini dengan baik. Karena sejatinya, merasa puas itu tak baik jika porsinya terlalu. Mengapa? karena terlalu cepat puas menghadirkan energi negatif bagi diri sendiri; (1) merasa terlena dan tak ingin lagi melakukan hal lain, jatohnya malas, (2) menjadi bangga diri, memuji diri, besar kepala dan sedikit saja akan menampakkan kesombongan (3) tertinggal langkah yang lain, hingga usaha kita banyak terlampaui oranglain yang pada akhirnya melahirkan rasa iri di dalam hati (4) Menutup kesempatan untuk lebih mengembangkan potensi diri, sebab merasa cukup bisa saja membuat kita tidak bisa merambah ke bidang yang lain. N audzubillah mindzalik. Meski kita pun sama-sama paham bahwa rasa puas pun dibutuhkan untuk mengucap syukur atas apa yang Allah beri, pun bagian dari usaha berterima kasih p...