Langsung ke konten utama

Ige Naya: Dear Masa Lalu

Warning:  Petunjuk pertama dalam membaca tulisan ini adalah gunakan hatimu bukan pikirmu!


Dear Masa lalu, Kenalin Aku Ige, lengkapnya Ige Naya. Satu nama yang diadobsi dari Bahasa Korea yang berarti Inilah Aku. Aku mengenali diriku sebebas penilaian oranglain terhadapku. Maksudku, tak peduli tiap digit penilaian orang-orang tentangku, semua termasuk penilaian pembaca setelah membaca tulisan ini. Ini hakku dan bukan hakmu. Tulislah kisahmu sendiri dengan penamu, jangan penaku sebab ini karyaku bukan karyamu. Terserah, mungkin akan ada yang mencemoh, menggunjing, memuji, mengiyakan kebenaran atau tak menyangka akan kenyataan yang ada. Namun beginilah Aku, sesuai tolok-ukurku terhadap diri sendiri dan bukan penilaian oranglain, apalagi penilaianmu. Ini bab pertama, wajar saja jika kau kebingungan dan bertanya-tanya. Pembahasanku entah apa dan mulai darimana bergantung dari jemari dan rasa yang mengalir entah kemana. Namun satu hal yang ingin ku tegaskan pada bab ini adalah aku ingin kau tak membahas kembali dunia dan seisimu terlebih merusak masaku. Aku telah menyimpanmu sebagai goresan sederhana dalam lembaran-lembaran, sesekali akan ku buka jika perlu. Sepenuhnya ku jadikan kitab kebijakansanaan, tak lebih. 

Satu masa orang-orang memanggilku dengan sebutan Siput Deklet, seperti kisah yang ku goreskan dalam halaman novel “Aku Bukan Siput Deklet” lima tahun silam. Disana, masa lalu menceritakan dirinya sebagai gadis dekil, lelet yang begitu sulit jatuh cinta. Seperti musim, cinta datang silih berganti-berlalu begitu saja. Bukan karena tak ada rasa, namun ada asa. Penting baginya menjatuhkan pilihan pada orang yang benar-benar ia cintai. Mungkin bagimu ini sepele saja, ini persoalan suka atau tidak suka tapi itu adalah perkara. Mencintai harusnya tak main-main apalagi sekedar (suka). Jujur saja, aku telah berkali-kali jatuh iba. Suka terhadap orang yang satu, orang yang baru dan teruslah begitu. Tapi itu sebatas suka, aku menyukainya karena hal-hal tertentu dan itu tak penting bagimu. Mungkin kau takkan percaya, sebab kau hanya pembaca bukan aku yang telah mengalami semuanya. Aku pernah jatuh cinta dan benar-benar jatuh cinta. Hatiku pun pernah patah sepatah-patahnya ranting yang jelas telah rapuh karena masa. Aku menyukainya, mencintainya dengan caraku yang tak biasa. Alasannya? Aku sendiri tak pernah tahu apa alasannya. 

Ini terdengar bodoh, tapi begitulah cinta yang berhasil menipuku, menipukku dari belakang hingga aku kehilangan ingatan. Namun, tetap saja aku menyukainya. Aku telah seringkali terjebak, disukai atau dicintai aku sendiri tak begitu paham hingga hatiku sendiri yang memilih. Kenyataannya, Pembaca. Aku sendiri meloloskan jemariku menceritakan amarah dalam karya ‘Sepasang Hati di Langit Kelabu’ (218-221), bab ke-31 diantara sekian karya gadis-gadis patah hati. Itu karya yang ku sebut prestasi, hasil dari sakit hati setelah dipatahkan hatinya oleh pilihan hati sendiri. Namun aku tak peduli, mungkin Tuhan mengirimkan ia untuk ku pahami bagaimana mencintai tanpa pamrih. Harusnya patah hati tak terjadi, hanya karena kenyataanku tak sesuai asa yang ku ingini. Terlebih lagi menghakimi keadaan yang jelas telah terjadi dan tak mungkin ku kisahkan kembali. Sudah ku bilang, seseorang yang berani melukai tak patut lagi untuk disukai apalagi dicintai. Sekarang, aku melihatnya berdiri dalam bayangan kelam. Tidak seperti biasa, mungkin karena tubuhnya yang semakin kurus jakung, atau jarak pandangku yang terlalu jauh. Kaos berkerah yang biasa ia kenakan tak lagi tampan di mataku. Biasa saja. Tentu akan berbeda saat kukatakan kau tetap tampan tanpa harus mandi dua kali sehari. Jelas itu hanya berlaku untuk seorang kekasih yang sedang dilanda kasmaran dan itu bukan aku. 

Sudah jelas ku pertegas kala itu, cappuccino lebih enak dinikmati pas hangat-hangatnya. Setelah dingin, tentu akan beda rasanya. Semenjak itu, aku menganggap kali terakhir jatuh cinta. Aku menjalani kisah demi kisah seperti balon gas di udara. Aku sempat menggenggam satu balon yang sulit ku yakini hingga ia melepaskan diri ke udara begitu saja. Beberapa orang datang, bertahan dan sebagian menghilang. Mungkin di terpa angin, bersama asa dan bukan rasa. Aku pun selalu percaya, seseorang yang datang lalu pergi adalah mereka yang datang untuk tujuan memiliki, bukan rasa cinta yang dihadiahi. Mereka memilih pergi karena sadar tak punya celah berdiri, sedang yang bertahan adalah mereka yang punya harapan meski tak pasti. Tapi yang ini jarang terjadi. Mungkin satu-satunya adalah yang telah berhasil dipilih. 

Itulah sebabnya aku selalu berhati-hati, apakah pilihanku telah tepat atau salah langkah lagi? Semoga tak terjadi. Namun, satu hal yang ku sadari. Pernah seseorang menggenggam tanganku, pun melarang keras oranglain menggenggamnya. Jauh sebelum ia jatuh cinta, aku sendiri yang lebih dulu menyukainya. Ku kira ini sekedar suka, ternyata berbeda. Aku membiarkan rasa ini bermain hingga menguasai alam pikirku. Selanjutnya, aku bahkan berani berkomitmen pada diriku sendiri, akan menjaga rasa ini tetap ada hingga ia berani datang menemui ayahku. Jika inci tarikan niatnya berubah drastis, mungkin level komitmenku akan naik satu tingkat lagi. Akan ku jaga rasa cinta ini hingga ajal sendiri yang menjemputku. Tapi sayangnya, kisah cintaku tak semulus perkiraanku. Ragam lintasan harus ku lalui. Jika lelah, kadang aku sendiri berniat mengakhiri.
 
-Maka letakkanlah pengharapan pada Allah. Biarkan Allah yang memberi jalan terbaik, kita cukup usaha dan jangan sampai lupa melibatkannya."

Komentar

Fijeey mengatakan…
berkaca-kaca bacanya kak🤧😢
IGE NAYA mengatakan…
Aku juga ngetiknya seperti membendung air mata yang mendesak keluar.

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Baik

  Memilih milih teman itu boleh. Yang ngga boleh itu, memilih milih berbuat baik ke orang. Kenapa? Karena karaktermu bergantung dengan siapa lingkunganmu. Kalau bergaul dengan orang yang ngga bener, ya kecipratan juga ngga benernya. Kecuali kalau kamu udah bisa mastiin orang disekitarmu adalah orang yang baik. Dan akan memberi pengaruh baik. Atau, kamu udah bener-bener baik untuk menjadi orang yang berpengaruh baik di lingkunganmu. But, who knows? Kita manusia biasa, banyak khilafnya. Jadi, perlu ada batasan. Jangan semua dijadiin temen. Maaf. Saya berani bilang gini karena pengalaman yang mengajarkan. Bahwa ngga semua orang adalah baik dan memberi pengaruh baik untuk kita.  Jadi fokus saja berbuat baik semampunya, dan menjadi lebih baiklah dari hari hari sebelumnya.

Menikah Itu tentang Sebuah Keyakinan!

Bismillahirrohmanirrohim. Assalamualaykum warohmatullahi wabarokatuh. Pembaca. Semoga tulisan ini mendapati kita dalam keadaan baik, niat yang baik dan harapan-harapan hidup yang baik. Kodratnya, kita adalah pendosa dan tak ada satupun yang benar-benar baik diantara kita. Kalaupun ada diantara kita yang terlihat baik, maka yang terlihat hanyalah sebatas usaha kita menjadi lebih baik, bertaubat pada-Nya. Jadi, mari menjadi baik tanpa menganggap diri jauh lebih baik. Yang salah adalah jika kita tak pernah berusaha untuk menjadi lebih baik dari hari ini, terus berkutat pada anggapan yang sama 'langkahku adalah jauh lebih baik' sebab anggapan inilah yang pada akhirnya menyeret kita yang telah baik malah kembali pada cerminan tak baik. Jika kita pernah dibuat terluka oleh satu sayatan, maka biarkan sayatan demi sayatan berikutnya menutupi rasa sakit yang kita tanggung sendiri, seperti itulah pengaruh pikiran membawa kita pada alam di bawah sadar. Belajar untuk memaafkan dan terus m...

Tak Perlu Ada Iri Diantara Kita

  Hal yang paling melekat dalam diri manusia dan tak bisa lepas adalah rasa ingin lebih atau rasa tak puas diri. Sebenarnya hal ini bisa saja positif, namun tak banyak yang sanggup mengontrol ini dengan baik. Karena sejatinya, merasa puas itu tak baik jika porsinya terlalu. Mengapa? karena terlalu cepat puas menghadirkan energi negatif bagi diri sendiri; (1) merasa terlena dan tak ingin lagi melakukan hal lain, jatohnya malas, (2) menjadi bangga diri, memuji diri, besar kepala dan sedikit saja akan menampakkan kesombongan (3) tertinggal langkah yang lain, hingga usaha kita banyak terlampaui oranglain yang pada akhirnya melahirkan rasa iri di dalam hati (4) Menutup kesempatan untuk lebih mengembangkan potensi diri, sebab merasa cukup bisa saja membuat kita tidak bisa merambah ke bidang yang lain. N audzubillah mindzalik. Meski kita pun sama-sama paham bahwa rasa puas pun dibutuhkan untuk mengucap syukur atas apa yang Allah beri, pun bagian dari usaha berterima kasih p...