Hello Guys? Mungkin sepintas akan muncul pertanyaan dibenak, apa itu CAMP EPIC? Kenapa harus bangga menjadi bagian dari CAMP EPIC? Dan saya sendiri akan kebingungan menjawab apa, bukan karena tidak tahu sama sekali, melainkan tidak tahu harus memulai dari mana. Nah, seorang jurnalis saat ditanya pertanyaan macam ini tentu akan menjawab seperti ini,
"EPIC adalah program yang diselenggarakan oleh Regional English Language Office (RELO), Departemen bidang Pengembangan dan Pendidikan Bahasa Inggris di bawah naungan Kedutaan Besar Amerika (US Embassy) di Jakarta."atau seperti ini
"Kerjasama bilateral Kedutaan Amerika Serikat dan Indonesia di bidang pendidikan diwujudkan melalui pelatihan yang diadakan oleh Regional English Language Office (RELO) U.S Embassy Jakarta. Program ini yakni Camp Empowered, Prepared, Inspired, Connected (Camp EPIC) 2016, diperuntukan bagi mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Inggris dari universitas – universitas di Indonesia dan Timor Leste."Tentu sangat berbeda jika saya yang angkat bicara. sebagai seorang penulis fiksi saya lebih nyaman mendeskripsikan EPIC, sebagai tempat dimana saya belajar banyak hal. Seperti kepanjangannya; Empowered,Prepared,Inspired, Connected. (Empowered, Prepared) para peserta akan dipersiapkan secara matang sebagai Tenaga Pengajar Bahasa Inggris secara profesional, serta disuguhi model mengajar yang baik untuk ditiru (inspired) dan akhirnya akan terjalin ikatan yang kuat antar sesama peserta dan juga fasilitator yang akan saling terhubung (connected) dalam satu ikatan keluarga EPIC CAMP se-Indonesia dan Timor Leste. Jujur saja, untuk mengatakan bangga tentu adalah kata yang sulit bagi saya, terlebih juga harus mengatakan puas. Tapi kali ini berbeda, saya benar-benar bangga telah menjadi bagian dari CAMP EPIC 2016. Ia mengajarkan saya banyak hal, bagaimana menjadi pribadi yang lebih baik, pribadi yang disenangi, dan pribadi yang mampu menginspirasi. Hari pertama at CAMP, saya seperti tokek bego yang sama sekali tak mengerti apa kata si Professional Educators asal Amerika itu, saya pikir mereka lagi kumur-kumur atau sekedar bersiul, saya malah diambang kebingungan. "I really don't understand what they say!" itu yang terucap dimulut tiba-tiba. Tetap saja, saya harus pura-pura mengerti atau tidak sama sekali. Begitu seterusnya hingga 'REFLECTION', agenda terakhir hari itu. Saya rasa ini moment tepat untuk mengungkap kegelisahan saya hari ini. Tak tanggung-tanggung akhirnya saya lontarkan kegelisahan di forum dengan nada sedikit merendah "Actually I am less confidence to speak, but sometimes I can't speak not because I am shy.. It beacause I don't understand what facilitators' talking about." Sedetik tersentak tawa kecil peserta disisi kiri sejajar bahu saya, sedikit malu tapi tak begitu memalukan. Setidaknya, saya sedikit melepas lega. Hari-hari di camp terasa sulit, kadang saya begitu mengerti "SANGAT", tapi kadang pula kebingungan dan mencobamengerti "TIDAK SAMA SEKALI". Hingga hari ketiga puncak kegalauan mencekik, ingin lari dari camp rasanya. Tapi, kekuatan tertancap di dada saya ketika "AYU" teman se-kamar saya di Camp angkat bicara mendengar curhatan saya "PENGECUT! INI BARU HARI KETIGA. NGGAK GITU CARANYA GE'.. KALO KAMU NGERASA NGGAK NGERTI NANYA. JANGAN MALU! KALAU MALU KARENA KEMAMPUAN SPEAKING KAMU KURANG, SAMPAI KAPAN PUN NGGAK BAKAL ADA PENINGKATAN.JUST SPEAK IT UP! KAMU BELUM COBA TAPI UDAH BILANG NGGAK BISA, INGAT JANGAN TERLALU FOKUS AMA KEKURANGAN GE' AMPE KAMU LUPA KALO KAMU JUGA PUNYA BANYAK KELEBIHAN. DASAR PENGECUT." Mendengar kalimat demi kalimat yang dilontarkannya, dada serasa sesak, sakit rasanya. Seperti digebukin sekian kepalan tapi tetap berpura-pura kuat. Tak banyak energi bagi saya untuk terus membelah diri, umpan opini yang belum tentu disepakati kebenarannya. Dan mulai malam itu saya bertekad untuk percaya bahwa pikiranlah yang mempersulit langkah saya selama ini, terlalu fokus pada kekurangan hingga lupa bahwa tiap orang punya kelebihan masing-masing. At least, malam itu saya tidur dibawah tekanan pikiran yang saya ciptakan sendiri. Di hari kedua, saya mulai percaya diri menjalani camp, ditambah lagi hari itu group kami dapat penghargaan, group terkompak. Sebut saja "GROUP E" bersama mereka saya belajar banyak tentang sebuah kekompakan, kebersamaan, dan menghilangkan rasa egois. Tak hanya itu, bersama mereka ide saya tersalurkan, bersama mereka dua kata penuh makna itu kembali terucap "IGE NAYA". Dua kata yang tak banyak orang mengerti hingga panggilan saya lahir dari serpihan dua kata itu "IGE". Lagi, untuk kali kedua saya mendapat penghargaan sebagai "CAMPER OF THE DAY", sederhana saja sebuah penghargaan menaikkan satu level kepercayaan diri saya saat itu. Mengapa tidak? Tak semua campers bisa dapat lebel itu. Saya sendiri tak habis pikir, bagaimana bisa? Tapi sudahlah, harusnya saya percaya sejak awal, kita tidak bisa menjadi peramal handal untuk masa depan kita sendiri, hari ini kita dibawah dan bisa saja esok kita yang di puncak karena sebaik-baiknya penulis skenario adalah TUHAN. CAMP EPIC tak hanya mengajarkan saya banyak hal tentang metode dalam mengajar, melainkan berhasil membangun kepercayaan diri saya sebagai calon pendidik handal dimasa mendatang. Seperti yang selalu saya iyang-iyangkan "Actually, I am shy to speak. I am shy to speak." Tak hanya itu, rasa minder bahkan menggeluguti tubuh dan menguasai isi kepalaku. Hingga terlontar kalimat "I can't teach in front of the others... I can't!" Dengan lantang, seolah tak ingin terbantahkan. Namun pada akhirnya, saya sadar bahwa ketakutan dan ketidakpercayaan diri saya yang terlalu berlebihan. Buktinya, di hari pertama micro teaching di depan conselors, facilitators dan campers saya malah lebih enjoy. "I have enjoyed my micro-teaching class, and it was running well." so, Camp EPIC teachs me to love English, to Love Teaching and Never stop Studying... Igenaya
Komentar